Kuliah KI4211 Kimia dan Masyarakat: Peran Ilmu Kimia dalam Bidang Zoologi/Ular

Kuliah KI4211 Kimia dan Masyarakat: Peran Ilmu Kimia dalam Bidang Zoologi/Ular

Kuliah Kimia dan Masyarakat kali ini menghadirkan Ibu Syahfitri Anita, alumni kimia ITB Angkatan 2002 pada tanggal 14 Maret 2025 jam 15.00-17.00 di ruang 9019. Beliau adalah seorang peneliti di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE), BRIN, dengan latar belakang pendidikan di bidang Kimia. Ia menyelesaikan  studi sarjana dan magister di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan fokus penelitian pada biokimia, termasuk mutasi DNA mitokondria dan produksi biodiesel dari mikroalga. Kemudian, ia melanjutkan studi S3 di Kyoto University dengan spesialisasi dalam zoologi, biokimia, dan herpetofauna (studi tentang reptil dan amfibi). Perjalanan kariernya mencakup berbagai posisi, seperti bekerja di Coca-Cola Bottling Indonesia, menjadi dosen, dan akhirnya mendalami penelitian tentang bioprospeksi satwa liar. Saat ini, ia berfokus pada investigasi biologis dan kimiawi ular Indonesia, termasuk studi bisa ular.

Selama menjalani studi S3, beberapa kendala beliau hadapi seperti beasiswa, MoU riset, dan sebagainya. Namun, beliau jalani dengan baik dan membuka jalan spesialisasi karir di bidang lain. Ia menunjukkan bahwa latar belakang dalam satu bidang tidak membatasi seseorang untuk berkontribusi di bidang lain. Hal ini mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan bersifat fleksibel dan adaptif, serta menekankan pentingnya terus belajar dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan dalam karier akademik maupun profesional. Pekerjaan beliau saat ini untuk meneliti tentang racun dan behaviour spesies ular cukup menarik.

Riset yang dilakukan tidak hanya di laboratorium tapi juga di lapangan. Salah satu risetnya adalah tentang ular yang menyimpan racun di belakang kepalanya. Biasanya ular itu memakan kodok buduk dan mengakumulasikan racunnya di belakang kepala. Ular itu akan mengeluarkan racunnya saat terancam. Ular memiliki kelenjar, berbeda dengan spesies lain dalam kelompok yang sama. Hal tersebut masih dilakukan penelitian kenapa ada kelenjar, apakah mutasi atau yang lainnya.

Namun dalam mencari ular membutuhkan effort yang cukup luar biasa. Kegiatan di BRIN sangat banyak salah satunya sampling. Caranya dengan melakukan sampling berupa survey, ekspedisi, dll untuk diteliti dan ada beberapa yang diawetkan untuk menjadi koleksi. Kegiatan lainnya adalah melakukan ekaplorasi ke pelosok-pelosok untuk mencari spesimen yang akan dijadikan koleksi dan referensi ilmiah. Pekerjaan mencari ular biasanya membutuhkan waktu sekitar 2-4 minggu di lapangan misalnya di daerah timur Indonesia. Dalam satu hari belum tentu dapat 1 ular. Di Indonesia ada 3 jenis struktur kelenjar sehingga dilakukan penelitian. Sampai memelihara 70 ular sendiri untuk diteliti. Komponen racun pada ular dianalisis jenisnya.

Kawasan timur Indonesia seperti Sulawesi terkenal dengan kekayaan endemik yang tinggi, seperti babi rusa, anoa, dll. Hewan-hewan ini sangat unik dan menarik untuk dipelajari. Banyak kolaborator yang ikut jika masuk ke hutan. Hewan yang diperoleh harus langsung diawetkan agar saat dibawa ke laboratorium untuk penelitian, bentuk dan susunannya masih sama. Dalam ekspedisi ke lapangan cukup membawa barang yang berat salah satunya nitrogen cair untuk mengawetkan DNA, RNA, dll karena pengawetan sampel harus dalam kondisi dingin agar tidak terkontaminasi. Setelah diawetkan bisa disimpan di museum dengan aman. Banyak spesies baru yang berhasil ditemukan di  wilayah pelosok.

Lebih dari 351 spesies ular yang sudah ditemukan. Terdapat ular yang berbisa maupun tidak. King kobra merupakan spesies yang sangat berbeda dan susah ditemukan biasanya ular menggigit karena kaget. Venom ular sebenarnya digunakan untuk memangsa bukan untuk mempertahankan diri. Setiap spesies mempunyai komposisi venom/protein yang berbeda. Biasanya tergantung pada jenis mangsanya karena protein itu akan digunakan untuk mencerna mangsa.

Dari hasil pemaparan beliau menunjukkan bahwa betapa luasnya cakupan ilmu kimia dan penerapannya dapat menjangkau bidang yang tidak terduga, seperti zoologi dan studi bisa ular. Penelitian Bu Syahfitri Anita menunjukkan bahwa ilmu kimia tidak hanya terbatas pada laboratorium, tetapi juga berperan besar dalam eksplorasi biodiversitas, mitigasi konflik manusia-ular, hingga pengembangan antivenom yang dapat menyelamatkan nyawa.

Selain itu, perjalanan karier Bu Syahfitri Anita sendiri sangat menginspirasi. Ia menunjukkan bahwa latar belakang dalam satu bidang tidak membatasi seseorang untuk berkontribusi di bidang lain. Hal ini mengingatkan saya bahwa ilmu pengetahuan bersifat fleksibel dan adaptif, serta menekankan pentingnya terus belajar dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan dalam karier akademik maupun profesional. (Qoniaturohmah/Muhammad Yudhistira Azis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *